Kepala BMKG : Pengamatan Wilayah Pesisir dan Laut Secara Terpadu Sangat Penting

Kepala BMKG : Pengamatan Wilayah Pesisir dan Laut Secara Terpadu Sangat Penting

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati

FAKTAJAYA NEWS, JAKARTA – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menekankan pentingnya pengamatan dan pelayanan wilayah pesisir dan laut secara terpadu guna mendukung ketahanan terhadap perubahan iklim dan bahaya laut lainnya.


Pernyataan itu disampaikan kerja menurutnya kondisi bumi kekinian sangat mengkhawatirkan dan tidak mudah diprediksi.


“Pengamatan dan layanan laut yang berkelanjutan sangat penting dan relevan untuk mengurangi potensi permasalahan dan ancaman yang timbul akibat perubahan iklim maupun ancaman lainnya,” kata Dwikorita Karnawati saat event COP28 : Water For Life yang diselenggarakan di Uni Emirat Arab, Sabtu (16/12/2023).


Dalam agenda tersebut, Dwikorita Karnawati didapuk sebagai panelis terkait tema Earth Information Day yang meliputi topik bahasan peran pengamatan dalam mendukung pelaporan nasional, apa saja kebutuhan informasi untuk Global Stocktake ke-2 (GST2), dan Kemitraan sektor publik-swasta dalam pengamatan gas rumah kaca (GRK).


Pada kesempatan itu, Dwikorita Karnawati menyampaikan, ketersediaan data dan informasi kelautan yang akurat dan andal juga sangat bermanfaat untuk meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir, pembangunan sektor kelautan dan perikanan, keamanan dan keselamatan pelayaran, serta dapat memperkuat sistem peringatan dini bencana, khususnya tsunami.


“Bagi Indonesia sendiri, wilayah pesisir dan laut memiliki arti yang strategis dan penting bagi masa depan Indonesia mengingat sebagai negara Kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia, wilayah ini mendominasi total wilayah Indonesia. Panjang pantai Indonesia adalah 99.000 km, terpanjang kedua setelah Kanada,” ujarnya.

Lebih jauh Dwikorita mengungkapkan, interaksi darat-laut telah menjadi pendorong utama karakteristik cuaca-iklim. ENSO dan IOD telah menjadi faktor yang menonjol karena posisi geografis Indonesia yang berada di antara dua benua dan dua samudera, yaitu Samudera Hindia dan Pasifik.
Selain itu, aktivitas Arus Lintas Indonesia (Indonesian Through Flow) juga turut mempengaruhi kondisi cuaca dan iklim di Indonesia.

“Selama tiga tahun terakhir, Indonesia mengalami Triple-Dip La Nina yakni pada tahun 2020-2022. Sementara, di tahun 2023 ini, Indonesia menghadapi kekeringan yang cukup parah yang disebabkan oleh El Nino yang kuat. Indonesia mengajak seluruh negara untuk berkolaborasi melakukan pengamatan laut guna mengatasi tantangan perubahan iklim. Mengingat Pemantauan laut dan pesisir membutuhkan biaya yang besar, sehingga membutuhkan kemitraan di luar sektor publik untuk pengamatan laut yang berkelanjutan,” ungkap Dwikorita.


Ketersediaan data dan informasi yang akurat mengenai laut menjadi salah satu bentuk mitigasi dampak perubahan iklim.


Dengan data tersebut, negara-negara di dunia dapat menjadikannya sebagai acuan dalam merumuskan berbagai kebijakan guna mengantisipasi dan meminimalisir risiko yang ditimbulkan dari perubahan iklim itu sendiri.(red)

sumber : berbagai sumber

About Maulana Kusuma Wijaya

Leave a reply translated

Your email address will not be published. Required fields are marked *