Para Pengusaha ‘Protes Kebijakan’ Penetapan Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama
Menaker, Ida Fauziyah. dok.kemnaker/faktajaya
FAKTAJAYA.COM, JAKARTA – Para pengusaha ramai-ramai memprotes kebijakan pemerintah dalam menetapkan Hari Libur Nasional dan cuti bersama.
Terkait dengan itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah pun menanggapi dan mengatakan, banyaknya hari libur nasional dan cuti bersama di Tanah Air adalah wujud dari toleransi antar umat beragama di Indonesia yang diberikan kesempatan setara untuk merayakan hari raya agamanya masing-masing.
Ia juga mengingatkan bahwa jumlah Hari Libur Nasional dan cuti bersama itu adalah hasil kesepakatan tiga menteri, yakni Menteri Agama (Menag RI), Menteri PANRB, dan Menaker RI.
“Biasanya itu libur terkait hari raya keagamaan. Ini sebagai bentuk toleransi antarumat beragama yang diberi kesempatan pada hari tersebut untuk menjalankan sesuai dengan agamanya masing-masing,” jelas Ida usai rapat kerja (raker) dengan Komisi IX DPR RI di Jakarta, dikutip Sabtu (15/6/2024).
Disinggung adanya permintaan para pengusaha agar pemerintah menghapus cuti bersama, Ida hanya tersenyum. Namun, ia menegaskan, cuti bersama bersifat fakultatif alias tidak diwajibkan bagi perusahaan dan karyawan.
“Terkait cuti, saya kira cuti ini, kan, sifatnya fakultatif. Jadi, dikembalikan kepada kesepakatan bersama di-internal perusahaan,” tegas Ida.
Lebih lanjut, Ida mengatakan, hari libur nasional dan cuti bersama memberikan dampak pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui sektor pariwisata. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi muncul saat para pekerja yang sedang berlibur mengunjungi tempat wisata.
“Sebenarnya cuti dan libur bersama itu juga di samping untuk mendorong pertumbuhan ekonomi akibat tumbuhnya pariwisata yang semakin meningkat,” kata Ida.
“Karena para pekerja atau masyarakat Indonesia banyak menggunakan kesempatan berlibur (saat Hari Libur Nasional atau cuti bersama) untuk berkunjung ke tempat-tempat wisata,” sambungnya.
Sebelumnya, para pengusaha mendesak pemerintah untuk menghapus kebijakan cuti bersama atau menghapus libur untuk bidang usaha tertentu. Sebab, kegiatan ekonomi pada bidang usaha tersebut memiliki efek domino yang bisa mengganggu kegiatan usaha lainnya.
Hal itu disampaikan pengusaha nasional merespons kemacetan parah yang sempat terjadi di jalur menuju pelabuhan Tanjung Priok, Rabu (15/5/2024). Kemacetan horor truk-truk kontainer di Jl. Raya Yos Sudarso – Sulawesi dan Jampea Tanjung Priok itu diklaim sebagai dampak dari libur panjang di pekan sebelumnya.
“Pelabuhan Laut Tanjung Priok atau mana pun yang melayani impor dan ekspor seharusnya buka 24 hours 7 days a week, tidak ada libur karena jadwal kapal luar tidak mengikuti waktu libur Indonesia,” kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI), Benny Soetrisno, Senin (20/5/2024).
Oleh sebab itu itu, pemerintah perlu ada membuat aturan agar tak ada libur bagi kegiatan usaha terkait pelayanan publik. Menurut Benny, regulasi yang dimaksud cukup berupa Keputusan Presiden (Keppres)
“Keputusan Presiden saja, untuk pelayanan publik jangan pernah ada libur dan 24 jam. Kan, masyarakat tidak libur dari aktivitas sebagai manusia, petugasnya bisa diatur hari dan jam kerjanya,” ujar Benny.
Manajemen JICT mengatakan, kemacetan horor truk-truk kontainer di Jalan Raya Yos Sudarso – Sulawesi dan Jampea Tanjung Priok itu sebagai dampak dari libur panjang di pekan sebelumnya.
Hal senada disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo), Gemilang Tarigan. Menurutnya, libur panjang menyebabkan kemacetan. Bagi sektor logistik, saat terhenti karena hari libur lalu dibuka lagi akan menyebabkan penumpukan.
Ia pun meminta pemerintah untuk membuat aturan dengan kajian mendalam. Sebab, kebijakan libur bersama ini juga menyangkut pekerja pabrik. Jika mengacu ketentuan, pekerja pabrik yang bekerja di hari libur akan mendapatkan upah overtime (lembur).
“Nah, pabrik pasti nggak mau dan tentu meliburkan pabriknya kalau ada libur. Namun, kalau ada libur, pabrik itu juga pasti akan buru-buru mau melakukan pengiriman barangnya. Jadinya, bisa memicu penumpukan lagi karena ramai-ramai mau buru-buru melakukan pengiriman barang,” sebut Gemilang.
“Jadi, pemerintah memang harus mengkaji soal cuti bersama ini. Kalau menurut saya, hilangkan saja. Kalau pegawai negeri – pegawai pemerintah mau cuti bersama, dibuat khusus saja [aturannya],” pungkasnya.(red)