Peraturan Pajak Pulsa Bakal Untungkan Publik dan Negara

Peraturan Pajak Pulsa Bakal Untungkan Publik dan Negara

Ilustrasi – Kartu perdana

Faktajaya News, Jakarta – Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 06/2021 terkait pemungutan pajak atas penjualan pulsa/kartu perdana, voucer, dan token listrik rencananya bakal menguntungkan publik dan negara. Ini karena PMK tersebut mengatur kepastian hukum dan pemungutan disederhanakan.

“Jadi sesungguhnya tak perlu terjadi kontroversi. Ini hal yang biasa, bahkan menguntungkan publik dan negara,” kata Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo dalam cuitannya di akun twitter pribadinya @prastow di Jakarta, Sabtu (30/1).

Dalam cuitannya dirinya menjelaskan, sejarah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas jasa telekomunikasi yang mengalami perkembangan pesat mulai sarana transmisinya dari kabel berubah ke voucer fisik dan kini serba elektronik.

Yustinus mengatakan, PPN atas jasa telekomunikasi sudah terutang PPN sejak UU Nomor 8 tahun 1983 atau sejak terbit Peraturan Pemerintah 28 tahun 1988 yang spesifik mengatur PPN jasa telekomunikasi.

Jika dulu pemungut PPN jasa telekomunikasi, lanjut dia, hanya dilakukan Perumtel, kini seiring kecanggihan teknologi, seluruh provider penyedia jasa telekomunikasi memungut PPN.

Dijelaskan Yustinus, “mekanismenya normal, PPN dipungut di tiap mata rantai dengan PPN yang dibayar dapat dikurangkan, yang disetor selisihnya,” imbuhnya.

Namun, timbul permasalahan di lapangan di distributor dan pengecer terutama menengah-kecil yang sulit menjalankan kewajiban karena secara administrasi belum mampu sehingga terjadi perselisihan dengan Kantor Pajak.

Lebih lauh di katakannya, ondisi itu menimbulkan ketidakpastian, kadang ketetapan pajak besar memberatkan distributor/pengecer namun petugas pajak juga tidak keliru karena ketika ada objek maka akan ditagih pajak.

Untuk memitigasi itu, maka Menteri Keuangan menerbitkan PMK 06/2021 tersebut agar memberi kepastian status pulsa sebagai barang kena pajak sehingga menjadi seragam karena kadang dipahami sebagai jasa.

Kemudian, pemungutan disederhanakan hanya pada distributor besar sehingga meringankan distributor biasa dan para p jlengecer.

“Jadi mustinya kebijakan ini disambut baik. PPN atas pulsa (jasa telekomunikasi) memang sudah lama terutang dan tak berubah. Pedagang dipermudah, konsumen tidak dibebani pajak tambahan,” katanya.

Sementara itu, lanjut dia, terkait Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 sebesar 0,5 persen, besarannya hanya Rp500 dari voucer pulsa Rp100.000.

“Ini dipungut tapi bisa dijadikan pengurang pajak di akhir tahun. Ibarat cicilan pajak, bagi yang sudah Wajib Pajak UMKM dan punya surat keterangan, tinggal tunjukkan dan tak perlu dipungut lagi. Adil dan setara bukan?,” katanya. sc/red

About Maulana Kusuma Wijaya

Leave a reply translated

Your email address will not be published. Required fields are marked *