Inilah Kisah Ronggowarsito dan Jayabaya Yang Ramalannya ‘Masih Dikenang’
Sketsa wajah Raden Ngabehi Ronggowarsito/fjn/ist
FAKTAJAYA.COM, SOLO — Ramalan Ronggowarsito dan Jayabaya sampai saat ini hidup sebagai mitos yang masih dipercaya sebagian masyarakat Jawa. Kedua orang tersebut dianggap sebagai peramal ulung di Nusantara pada zamannya.
Sebagian peneliti menyebutkan ada keterkaitan antara kedua ramalan tersebut. Sebagai informasi, Ronggowarsito adalah peramal ulung dari Keraton Solo. Sementara Jayabaya adalah Raja Kediri yang masyhur.
Dikutip dari berbagai sumber, Selasa (18/05/2023), Ramalan Jayabaya memiliki tempat istimewa dalam kehidupan masyarakat Jawa.
Pewaris manuskrip tertua Jayabaya Serat Kalatidha adalah Keraton Surakarta Hadiningrat. Serat Kalatidha digubah pujangga keraton Raden Ngabehi Ronggowarsito 1,5 abad silam.
Karya tersebut menjadi sumber inspirasi untuk mempertajam mata dan telinga batin, menaklukkan hawa nafsu, dan menangkap tanda-tanda alam. Ramalan tersebut berupa bait-bait kakawin atau tembang yang dinilai sebagai karya Adiluhung, karena memiliki tingkat kesusastraan yang amat tinggi.
Ramalan Jayabaya
Ramalan Jayabaya menjadi salah satu ramalan yang paling populer sepanjang sejarah Nusantara. Meskipun banyak simpang siur terkait asal mula ramalan ini, namun kebanyakan sumber meyakini ramalan tersebut berasal dari Kitab Asrar (Musarar) yang digubah Sunan Giri Perapan (Sunan Giri ke-3) yang dikumpulkan pada tahun Saka 1540 = 1028 H = 1618 M.
Jadi, penulisan sumber ini sudah ada sejak zaman Sultan Agung dari Mataram bertakhta (1613-1645 M).
Meski demikian, Kitab Jangka Jayabaya yang pertama dan dipandang asli, adalah buah karya Pangeran Wijil I dari Kadilangu (Pangeran Kadilangu II) yang ditulis pada tahun 1666-1668 Jawa = 1741-1743 M.
Sementara Jangka Jayabaya yang dikenal saat ini adalah gubahan Kitab Musarar karangan Sunan Giri ke-3 tersebut.
Ramalan Ronggowarsito
Seperti sebuah ramalan yang melegenda dari seorag pujangga Jawa bernama Ronggowarsito. dalam kitab raja Purwa, pujangga Kerajaan Surakarta itu meramalkan akan bencana besar dari letusan sebuah gunung pada tahun Saka 338 (416 Masehi).
Gunung yang ditulis sebagai “gunung kapi” itu diyakini sebagai Gunung Krakatau, gunung yang letusannya pada 27 Agustus 1883 sempat membuat dunia gelap gulita.
“Seluruh dunia terguncang hebat dan Guntur menggelegar diikuti hujan lebat dan badai tetapi air hujan itu bukannya mematikan ledakan api gunung Kapi, melainkan semakin mengobarkannya; suaranya mengerikan; akhirnya gunung Kapi dengan suara Dahsyat meledak berkeping-keping dan tenggelam ke bagian terdalam dari bumi”.
Kitab yang salinannya tersimpan di Perpustakaan Nasional, Jakarta itu diterbitkan 14 tahun sebelum Krakatau meletus dahsyat.
Apalagi Ronggowarsito kembali menerbitkan lagi pada tahun 1885 atau 2 tahun setelah Krakatau meletus dan semakin menguatkan bahwa gunung Kapi yang dimaksud adalah Krakatau.
“Ditahun Saka 338 (416 Masehi) sebuah bunyi menggelegar terdengar dari gunung Batuwara yang dijawab dengan suara serupa yang datang dari gunung Kapi yang terletak di sebelah barat Banten modern”.
Letusan Gunung Krakatau itu membuat Anyer Banten mengalami tsunami hebat.
Letusan itu juga menghilangkan Gunung Krakatau Purba dan menyisakan pulau-pulau kecil. Letusan itu membuat gelombang laut yang tinggi, tsunami dan menghantam pesisir Lampung dan Jawa Barat. Pulau Sertung, Panjang, dan Rakata terbentuk dari hasil letusan dahsyat Karakatau Purba yang terjadi sekitar awal abad V atau VI.
Ronggowarsito lahir pada 14 Maret 1802 dan wafat pada 24 Desember 1873 (usia 71 tahun). Ronggowarsito diangkat sebagai pujangga utama Kasunanan Surakarta oleh Pakubuwana VII pada tanggal 14 September 1845. Ia dikenal sebagai peramal ulung dengan berbagai macam ilmu kesaktian.
Sementara ramalan karya Ronggowarsito itu ditulis pada masa pemerintahan Pakubuwono IX sekitar tahun 1862-1893. Selama ini, ramalan pujangga yang hidup di masa Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat itu sering disejajarkan dengan Jangka Jayabaya karya Raja Kerajaan Kediri.
Pria bernama Raden Ngabehi Rangga Warsita itu dikenal sebagai pujangga besar terakhir di tanah Jawa. Dikutip dari Wikipedia, nama asli Ronggowarsito adalah Bagus Burhan. Dia adalah anak Mas Pajangswara, cucu buyut Yasadipura II, pujangga utama Keraton Solo.
Ayah Bagus Burhan merupakan keturunan Kesultanan Pajang sedangkan ibunya adalah keturunan dari Kesultanan Demak. Bagus Burhan diasuh oleh Ki Tanujaya, abdi dari ayahnya.
Setelah kematian Yasadipura II, Ranggawarsita diangkat sebagai pujangga Kasunanan Surakarta oleh Pakubuwana VII pada tanggal 14 September 1845.(red)
sumber : berbagai sumber